Kesesuaian Lahan Kakao Dengan Klasifikasinya

Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao

1. Iklim

Iklim merupakan faktor yang meliputi curah hujan, suhu, kelembapan udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin yang antar unsur tersebut mempunyai hubungan yang rumit. Iklim mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao. Karena itu, unsur ini perlu diperhatikan dalam membuat penilaian kesesuaian lahan. Sebaran curah hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang tinggi. Alvim (1979) menunjukkan bahwa keragaman produksi kakao dari tahun ke tahun lebih ditentukan oleh sebaran curah hujan dari pada oleh unsur iklim yang lain. Jumlah curah hujan memengaruhi pola pertunasan kakao (flush). Curah hujan yang tinggi dan sebaran yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat terhadap produksi kakao.

Kesesuaian Lahan Kakao Dengan Klasifikasinya

Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun. Pengelolaan air khususnya pada musim kemarau di tanah yang daya simpan airnya rendah menentukan produksi kakao.

Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu udara yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (Alvim, 1979) sedangkan suhu udara yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan pucuk dan mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan daun-daun kurang berkembang (Wood, 1975). Kelembapan udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara. Unsur ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang menyerang kakao. Pada curah hujan yang tinggi, 3 – 6 hari berturut-turut akan menyebabkan kelembapan udara tinggi dan munculnya cendawan Phytophthora palmivora yang menjadi penyebab penyakit busuk buah.

Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha tani kakao. Kecepatan angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak daun kakao, sehingga rontok dan tanaman menjadi gundul. Kerusakan kakao karena angin tersebut akan mempunyai dampak terhadap turunnya produksi kakao. Di daerah pegunungan yang setiap dua tahun sekali dari bulan Januari hingga Maret bertiup angin kencang bisa mengakibatkan kerusakan pertanaman kakao, sehingga produksinya hanya setengah dari potensinya.

2. Tanah
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro dalam tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, pH atau kemasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat fisik tanah yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (solum), dan akumulasi endapan suatu unsur (konkresi) relatif sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada. Sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut memengaruhi pertumbuhan tanaman.

a. Sifat Kimia Tanah
Keasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6 – 6,8 (Ackenhorah, 1979). Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa. Tanah dengan keasaman tinggi menyebabkan kadar unsur hara mikro, seperti Al, Fe, dan Mn terlarut sehingga dapat menjadi racun bagi kakao. Tanah-tanah tua dengan tingkat pelapukan tinggi, umumnya bersifat asam dan mengandung Al tinggi yang mudah diserap tanaman, sehingga akan menghambat perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman.

Kesesuaian Lahan Kakao Dengan Klasifikasinya

Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diatas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman.

Kadar hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi kakao. Setiap variasi umur kakao menghendaki jenis dan jumlah hara yang berbeda.Kemampuan tukar kation merupakan kemampuan tanah untuk menyerap hara dan melepaskan kembali untuk diserap akar. Tanah yang baik untuk kakao menghendaki kemampuan tukar kation yang tinggi karena umumnya tanahnya subur demikian juga dengan kejenuhan basanya. Semakin tinggi kejenuhan basanya, tanah tersebut semakin subur dan baik untuk kakao.

b. Sifat Fisik Tanah
Jeluk mempan atau kedalaman tanah yang dapat dijangkau akar secara aktif (effective depth) tidak identik dengan ketebalan solum tanah. Ketebalan solum merupakan cerminan ketebalan tanah hasil proses perbentukan tanah. Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah yang dapat mendukung pertumbuhan akar secara leluasa. Jeluk mempan ditentukan oleh ada tidaknya atau posisi lapisan padas keras, lapisan kerikil, atau bongkahan batu yang tidak dapat ditembus akar. Selain itu, faktor dangkal tidaknya permukaan air tanah juga memengaruhi kedalaman efektif tanah.Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah, yaitu pasir, debu, dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian di Jawa Barat menunjukkan bahwa tekstur tanah nyata memengaruhi daya dukung terhadap kakao. Semakin tinggi kadar lempungnya, semakin rendah daya dukungnya terhadap pertumbuhan kakao (Hardjono, 1989).

c. Timbulan
Faktor ini meliputi elevasi, topografi, dan tinggi tempat. Kakao tumbuh baik pada lahan datar atau kemiringan tanah kurang dari 15%. Suhu udara harian idealnya sekitar 28oC, sehingga semakin tinggi tempat semakin rendah tingkat kesesuaiannya. Faktor timbulan yang berpengaruh adalah lereng, ini berkaitan dengan tingkat kesuburan, manajemen pemeliharaan, dan pemanenan.

3. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Tujuan penilaian kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui potensi sumber daya lahan yang dapat dipergunakan untuk suatu usaha budidaya tanaman tertentu. Pengetahuan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan tanaman tertentu, dan dapat menentukan langkah-langkah pengelolaan secara rasional dan optimal serta tetap dapat melestarikan sumber daya lahan tersebut.

  1. Klasifikasi kesesuaian lahan bertujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman, sehingga diperoleh informasi untuk melakukan tindakan pengelolaan selanjutnya.
  2. Metode klasifikasi kesesuaian lahan kakao yang digunakan adalah metode yang dikembangkan oleh Food of Agricultural Organization (FAO). Metode ini lebih menekankan pada kondisi lahan pada saat evaluasi, tanpa adanya perbaikan yang berarti. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat sebagai lembaga rujukan utama dalam bidang pertahanan untuk pertanian di Indonesia banyak bekerjasama dengan FAO.

Struktur sistem klasifikasi kesesuaian lahan kakao terdiri atas empat kategori sebagai berikut:

  • Ordo kesesuaian lahan (order) menunjukkan jenis atau macam kesesuaian.
  • Kelas kesesuaian lahan (class) menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
  • Sub kelas kesesuaian lahan menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam subkelas.
  • Satuan kesesuaian lahan menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan didalam subkelas.

Kesesuaian lahan dalam tingat ordo menunjukkan sesuai atau tidaknya lahan untuk penggunaan tertentu. Karena itu berdasarkan kesesuaian lahannya, ordo dibagi menjadi dua seperti berikut.

  • Ordo S atau Sesuai (suitable). Lahan yang dapat digunakan untuk maksud tertentu, tanpa atau dengan sedikit risiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan akan melebihi masukan yang diberikan.
  • Ordo N atau tidak sesuai (not suitable). Lahan yang tidak dapat digunakan untuk maksud tertentu karena mempunyai faktor pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaanya secara lestari.

Kelas kesesuaian lahan terdiri atas tiga kelas yang menunjukkan tingkat kesesuaiannya dari kelas yang tertinggi hingga yang terendah.

  1. Kelas S1. Lahan yang sangat sesuai, yaitu lahan tanpa faktor pembatas nyata apabila digunakan, atau hanya sedikit pembatas yang tidak secara nyata mengurangi produkstivitas dan keuntungan serta tidak meningkatkan masukan melebihi aras taraf yang dapat diterima.
  2. Kelas S2. Lahan yang cukup sesuai, yaitu lahan dengan faktor-faktor pembatas yang apabila bekerjasama akan menghambat dukungan pertumbuhan tanaman tertentu. Penghambat tersebut akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga ada keuntungan keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan tersebut.
  3. Kelas S3. Lahan yang kurang sesuai, yaitu faktor-faktor pembatas yang apabila bekerjasama akan sangat menghambat dukungan terhadap pertumbuhan tanaman tertentu. Penghambat tersebut sangat mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperoleh dari penggunaan sangat rendah, bahkan tidak untung. Pemakaian lahan kelas ini dipertimbangkan marginal (membutuhkan input besar untuk memperoleh hasil cukup sehingga keuntungan terbatas).

Subkelas yang mencerminkan jenis faktor pembatas atau perbaikan yang diperlukan dalam kelas (Anonim, 1976). Subkelas dinyatakan dengan simbol huruf kecil yang menyatakan peringatan adanya pembatas tertentu.

4. Tata cara Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penilaian lahan dan membuat kelas kesesuaiannya meliputi tiga hal sebagai berikut.

  • Mengumpulkan data yang terkait dengan kualitas dan sifat lahan, umumnya dilakukan dalam bentuk survai tanah.
  • Menentukan kebutuhan tanaman sesuai dengan syarat tumbuhnya.Membandingkan antara sifat dan kualitas lahan dengan syarat tumbuh tanaman.

Seperti halnya langkah penilaian kesesuaian lahan pada umumnya, pada kakao tahapan aktivitas yang sama juga dilakukan. Klasifikasi lahan kakao ini ditekankan pada faktor pembatas, sehingga kelas lahan ditulis berdasarkan faktor pembatas yang ada.
(Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006)
1. Fotosintesis

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis basah dan tumbuh di bawah naungan tanaman hutan. Di dalam teknik budi daya yang baik, sebagian sifat habitat aslinya tersebut masih dipertahankan, yaitu dengan memberu naungan secukupnya. Ketika tanaman masih muda, intensitas naungan yang diberikan cukup tinggi, selanjutnya dikurangi secara bertahap seiring dengan semakin tuanya tanaman atau bergantung pada berbagai faktor tumbuh yang tersedia.

Masih dipertahankannya pemakaian naungan pada budidaya kakao disebabkan oleh tingkat kejenuhan cahaya untuk fotosintesis relatif rendah. Alvim (1977) membuktikan fotosintesis berlangsung optimum pada intensitas cahaya sekitar 60% dari penyinaran langsung.
Penetapan hasil fotosintesis bersih dapat diketahui dengan menghitung jumlah daun serta mengukur laju penyerapan CO2 per satuan luas daun. Jumlah daun lazimnya dinyatakan dengan LAI (leaf area index) yaitu besaran yang menyatakan nisbah (perbandingan/rasio) antara jumlah luas semua daun dan tanah yang ternaungi. Hasil fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya LAI, tetapi sesungguhnya juga sangat bergantung pada struktur tajuk dan pencahayaan. Daun-daun yang ternaungi tidak optimal dalam melakukan fotosintesis.

Dari hasil penelitian terhadap kelayuan buah muda (cherelle wilt) dapat dibuktikan bahwa untuk berkembangnya satu buah kakao perlu didukung oleh 8 – 10 lembar daun dewasa yang sehat dan mendapat pencahayaan yang baik. Jika proporsi daun hanya 5 – 6 lembar untuk setiap buah, angka kelayuan buah muda sangat tinggi dan telah terjadi tiga minggu setelah pertumbuhannya (Alvim, 1952). Dibandingkan dengan tanaman keras lainnya, tanaman kakao mempunyai laju fotosintesis bersih yang rendah.

Hasil penelitian di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan ada perbedaan pada laju fotosintesis kakao lindak dengan kakao mulia. Kakao lindak lebih tahan terhadap penyinaran matahari dan pada kondisi tanpa naungan, laju asimilasi bersih terus meningkat. Sebaliknya, pada bibit kakao mulia laju asimilasi menurun pada intensitas cahaya lebih dari 80%.

Pada dasarnya, manajemen pemangkasan tanaman kakao dan pengelolaan naungan dimaksudkan untuk memperoleh LAI optimal. Tujuan pemangkasan di samping untuk memperoleh tajuk (kanopi) yang ideal juga untuk meningkatkan aerasi dan penetrasi cahaya ke dalam tajuk tanaman agar distribusi cahaya merata ke seluruh permukaan daun. Sementara itu, pohon naungan berfungsi untuk mengatur persentase penerimaan cahaya sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao.

Telah disebutkan bahwa pada dasarnya kakao adalah tanaman yang suka naungan (shade loving tree), laju fotosintesis optimum berlangsung pada intensitas cahaya sekitar 70%. Murray (1953) yang mengamati hubungan antara intensitas cahaya dan buah dipanen serta hasil biji mendukung pernyataaan tersebut. Namun dalam praktik di kebun, telah dibuktikan bahwa pada tanah yang subur dan faktor-faktor tumbuh yang lain mendukung pertumbuhan tanaman yang baik, hasil biji tertinggi diperoleh pada tanaman tanpa penaung. Tanaman penaung berfungsi sebagai penyangga (buffer) terhadap pengaruh jelek dari faktor lingkungan yang tidak dalam kondisi optimal, seperti kesuburan tanah rendah serta musim kemarau yang tegas dan panjang.

Hasil fotosintesis tanaman kakaosebagian besar dipergunakan untuk menopang pertumbuhan vegetatif dan hanya sekitar 6% dipergunakan untuk pertumbuhan generatif. Dari bagian yang 6% tersebut tidak seluruhnya menjadi biji yang siap panen sebab sebagian besar buah kakao akan mengalami layu fisiologis yang lazim disebut dengan cherelle wilt. Sekitar sepertiga dari jumlah itu digunakan untuk menghasilkan biji kakao, sisanya untuk pertumbuhan kulit buah dan bunga (Alvim, 1975).

Proses fotosintesis dan pembentukan jaringan yang baru memerlukan mineral dari dalam tanah. Penyerapan dan penggunaan mineral ini relatif sedikit, lazim 1 : 40 (mineral : asimilat). Peranan hara mineral ini amat penting karena beberapa mineral selain berperan secara struktural, juga berperan fungsional sebagai aktivator sistem enzim. Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1.000 kg biji kering, diperlukan hara mineral N 31,0; P 4,9; K 53,8; Ca 4,9; Mg 5,2; Mn 0,11; dan Zn 0,09 (dalam satuan kg/ha/tahun). Jika diperhitungkan dengan jumlah yang diperlukan untuk menopang pertumbuhan dan hasil 1.000 kg/ha/tahun, jumlah tersebut meningkat menjadi N 469,0; P 52,9; K 686,8; Ca 377,9; Mg 134,2; Mn 6,21; dan Zn 1,59 (Thong & Ng, 1978).

Kakao termasuk tanaman dengan laju fotorespirasi tinggi, yaitu 20 – 50% dari hasil total fotosintesis. Fotorespirasi tidak menghasilkan energi yang bermanfaat bagi tanaman sehingga upaya untuk menekan laju fotorespirasi berarti juga upaya untuk meningkatkan produktivitas, antara lain dengan pemberian pohon naungan.

Air yang diserap tanaman sebagian besar hilang lewat proses transpirasi (penguapan). Proses ini cukup penting karena berkaitan dengan penyerapan unsur hara dan menjaga suhu tubuh tanaman. Selain lewat proses transiprasi, kehilangan air juga dapat melalui evaporasi. Nilai evapotranspirasi berhubungan dengan suhu rata-rata bulanan dan dirumuskan oleh Alvin (1966) sebagai berikut.

  • EP bulanan = (T x 58,93) / 12 mm
  • EP = Evapotraspirasi
  • T = Rata-rata suhu bulanan (oC)

Di daerah tropis, nilai EP sekitar 4 – 5 inch (Muray, 1964). Tanaman kakao akan menderita akibat kekurangan air jika curah hujan bulanan lebih rendah dari nilai EP tersebut.

Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman kakao menghendaki suhu yang optimal. Meskipun tanaman kakao berasal dari daerah tropis, tanaman ini tidak tahan suhu yang tinggi. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kakao mulia adalah 18,8 – 27,9 oC, sementara untuk kakao lindak 22,4 – 30,4oC. Suhu yang tinggi mengakibatkan hilangnya dominasi pucuk, klorosis, nekrosis, gugur daun, dan tanaman menjadi kerdil.

2. Perkembangan Akar

Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat dari panjang 1 cm pada umur satu minggu, mencapai 16 – 18 cm pada umum satu bulan, dan 25 cm pada umur tiga bulan. Setelah itu laju petumbuhannya menurun dan untuk mencapai panjang 50 cm memerlukan waktu dua tahun. Kedalaman akar tunggang menembus tanah dipengaruhi keadaan air tanah dan struktur tanah. Pada tanah yang dalam dan berdrainase baik, akar kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0 – 1,5 m.Pertumbuhan akar kakao sangat peka pada hambatan, baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama pertumbuhan, akar menjumpai batu, akar tungganga akan membelah menjadi dua dan masing-masing tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang dijumpai terlalu besar, sebagian akar lateral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah. Apabila permukaan air tanah yang dijumpai, akar tunggang tidak berkembang sama sekali.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembungaan Akar

Pembungaan tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor lingkungan (iklim). Pada lokasi tertentu, pembungaan sangat terhambat oleh musim kemarau atau oleh suhu dingin. Namun, di lokasi yang curah hujannya merata sepanjang tahun serta fluktuasi suhunya kecil, tanaman akan berbunga sepanjang tahun.

a. Tanaman Umum
Awal berbunganya kakao di kebun beragam, bergantung pada sifat genetik dan pemeliharaannya. Tanaman yang dirawat dengan baik dapat mulai berbunga pada umur dua tahun (Alvim, 1984). Periodisitas musim berbunga juga dipengaruhi umur dan berhubungan denga irama pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Pada tanaman yang masih muda dan relatif berbunga terus-menerus, beberapa bunganya selalu tampak pada pohon. Setelah berumur 3 – 4 tahun, tanaman akan berbunga dan bertunas yang berlangsung secara berurutan. Masa tidak berbunga biasanya dimulai 1 – 2 bulan setelah masa tidak bertunas. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan erat dari kedua proses itu (bertunas dan berbunga). Demikian juga, berbunganya tanaman dapat diatur dengan pemangkasan karena pemangkasan selalu diikuti dengan pertunasan. Setelah daun-daun baru menjadi dewasa, karbihidrat dan zat perangsang pembungaan banyak terbentuk untuk menopang pembungaan dan pertumbuhan buah.

b. Status Nutrisi
Pengeratan kulit batang (ringing) kakao dapat meningkatkan pembungaan di atas keratan dan mengurangi pembungaan di bawahnya. Tujuan pengeratan ini adalah untuk memblokir aliran nutrisi dari daun ke bagian tanaman lainnya. Dari saat pengeratan sampai tumbuhnya bunga diperlukan waktu sekitar 45 hari. Saling pengaruh antara pengeratan kulit dan status nutrisi ini telah diteliti oleh Vuelker (1938) dan Hutcheon (1973) berdasarkan fenomena bahwa karbohidrat dan ketebatasan metabolisme nitrogen merupakan faktor-faktor fisiologi yang memengaruhi pembungaan.Metode pengeratan kulit batang ini digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya menunda atau mengubah pola pembungaan. Di Ekuador, metode seperti ini pernah dianggap efisien untuk mengendalikan penyakit monilia podrot(Monilia roreri) dan witches broom (Crinipellis perniciosa) yang menyerang buah pada musim dan lokasi tertentu.

c. Korelasi Internal
Di antara banyak kultivar kakao, dijumpai bunga-bunga yang tidak dapat menjadi buah karena faktor sterilitas dan inkompatibilitas. Di samping itu adanya persaingan antara bunga dan buah dapat mempengaruhi pembungaan. Hal ini terbukti pada saat tanaman tidak berbuah, pembungaan meningkat. Sebaliknya, pada saat tanaman berbuah lebat, pembungaan sangat berkurang (Tjasadiharja, 1980).
Di Brasil, penelitian persaingan antara buah dan bunga ini telah dilakukan oleh Vogel et al., cit. Alvim (1984). Buah dipetik setiap dua minggu selama dua tahun. Hasilnya adalah intensitas pembungaan meningkat dan ukuran serta umur buah yang ada tidak mempengaruhi intensitas pembungaan. Pertumbuhan vegetatif dapat menyaingi pembungaan.

Hutcheon (1973) melalui beberapa percobaannya telah membuktikan pentingnya peran karbohidrat dalam proses pembungaan. Hal ini dapat dilihat dari praktik-praktik yang bersifat meningkatkan fotosintesis dan pembungaan, misalnya pembukaan naungan, pemupukan, dan pengairan.Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan biji kakao (asam giberelin) dapat menghambat pembungaan. Penghambat (retardan) ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bunga pada saat tertentu dan menunda pembungaan pada saat yang diinginkan. Bahan yang pernah dicoba meliputi Ethrel, Cycocel, Alar, dan Asam Giberelin (Hutcheon, 1973). Pengaruh Ethrel ternyata paling menarik. Konsentrasi 250 ppm atau 500 ppm lebih efektif dari pada konsentrasi 100 ppm, yaitu sebagian besar bunga gugur dua hari setelah aplikasi. Produksi bunga pada minggu-minggu berikutnya juga terhambat dan pengaruhnya tampak pada minggu keenam dan ketujuh.

d. Aktivitas Kambium
Aktivitas kambium dapat memengaruhi pembungaan. Dengan bantuan alat dendrometer, Alvim (1984) mengukur kambium setiap minggu dari tahun 1975 sampai tahun 1978. Hasilnya menunjukkan bahwa pada saat aktivitas kambium minimal (juli – oktober), intensitas pembungaan juga minimal. Aktivitas kambium meningkat pada bulan Oktober sampai dengan pertengahan November, pembungaan menyusul 5 – 6 minggu kemudian.

e. Naungan
Menurut Asomaning dan Kwaka (1968), semakin ringan tingkat naungan semakin banyak bunga yang tumbuh. Jika tanpa naungan, tanaman berbunga lebih awal dan jumlah bunga lebih banyak. Pada dasarnya, pengaruh naungan terhadap pembungaan tidak langsung. Faktor yang menentukan sebetulnya adalah iklim mikro yang terdiri atas suhu dan kelembapan udara. Namun, menurut hasil percobaan di Ghana, penyerbukan lebih efektif dan buah terbentuk paling banyak apabila kondisi naungan ringan, bukan pada kondisi tanpa naungan (Asomaning et al., 1971).

f. Suhu
Tanaman kakao memerlukan suhu optimal untuk berbunga. Apabila suhu turun di bawah 23oC, proses pembungaan akan terhambat. Suhu rendah mengakibatkan terhambatnya proses pembentukan (deferensiasi) kuncup-kuncup bunga (Sale, 1969). Hasil penelitian Alvim (1984) pada kondisi terkontrol menunjukkan bahwa jumlah bantalan bunga yang aktif di setiap pohon dan jumlah bunga yang terbentuk dari setiap bantalan bunga lebih banyak terjadi pada suhu 26oC dan 30oC dibandingkan dengan suhu 23oC. Bantalan bunga memerlukan rangsangan suhu yang hangat untuk dapat aktif menumbuhkan bunga. Di lain pihak, suhu yang terlalu tinggi juga menghambat pembungaan karena terjadi kerusakan pada hormon yang memacu diferensiasi sel dan pembungaan.

g. Distribusi Hujan dan Kelembapan
Kakao merupakan tanaman tahunan yang tumbuh di daerah tropis dan sangat peka terhadap kekurangan air atau cekaman lengas (stress). Pembungaan sangat berkurang apabila tanaman mengalami stress. Menurunnya pembungaan ini menurut Sale cit. Alvim (1984) disebabkan oleh terhambatnya perkembangan tunas bunga tetapi awal pembentukan bunga (inisiasi bunga) tetap berlangsung selama cekaman lengas. Hal ini tampak pada tanaman yang mengalami kekeringan akan segera berbunga lebat apabila diairi. Peningkatan pembungaan yang spektakuler ini membuktikan bahwa sesungguhnya cekaman lengas tidak mencegah diferensiasi kuncup bunga tetapi menyebabkan kuncup bunga dalam keadaan dorman (istirahat). Transisi dari periode kering ke periode basah merupakan faktor penting yang mengatur intensitas pembungaan kakao. Pembungaan dapat pula diinduksi dengan meningkatkan kelembapan udara dari rendah (50 – 60%) atau sedang (70 -80%) ke kelembapan tinggi (90 – 95%).

4. Perkembangan dan Pemasakan Buah
Umur tanaman kakao mulai berbuah (prekositas) sangat dipengaruhi oleh bahan tanaman yang digunakan. Tanaman asal setek paling cepat berbunga dan berbuah, disusul tanaman asal sambungan plagiotrop okulasi plagiotrop, kemudian tanaman asal benih. Pada dasarnya hasil buah kakao dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut :

  • Jumlah bunga yang tumbuh.
  • Persentase bunga yang diserbuki.
  • Persentase bunga yang dibuahi.
  • Persentase buah muda yang mampu berkembang sampai masak.

Pertumbuhan buah kakao dapat dipisahkan kedalam dua fase (McKelvie, 1955). Fase pertama berlangsung sejak pembuahan sampai buah berumur 75 hari. Selama 40 hari pertama, pertumbuhan buah agak lambat kemudian sesudah itu cepat dan mencapai puncaknya pada umur 75 hari. Pada umur itu panjang buah mencapai sekitar 11 cm. Fase kedua ditandai pertumbuhan membesar buah, berlangsung cepat sampai umur 120 hari. Pada umur 143 – 170 hari, buah telah mencapai ukuran maksimal dan mulai masak yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dan terlepasnya biji dari kulit buah.Buah muda yang terbentuk pada bulan pertama belum menjamin hasil yang diperoleh. Sebagian besar buah muda tersebut akan layu dan mati dalam kurun 1 – 2 bulan yang pada kakao lazim disebut dengan layu pentil (cherelle wilt).

Ada dua faktor utama penyebab matinya buah muda.

  • Faktor lingkungan, seperti kekurangan air, drainase buruk, tanah miskin unsur hara, serta serangan hama dan penyakit atau patogenis.
  • Faktor dalam atau fisiologis, seperti kantong lembaga tidak normal.

Layu pentil kakao merupakan penyakit fisiologis dan khas pada tanaman kakao, angkanya dapat mencapai 60 – 90% dan berlangsung pada umur 0 – 70 hari. Layu pentil dapat disamakan dengan gugur buah lainnya, tetapi pada kakao pentilnya mengering dan tetap menempel pada cabang atau batang.Layu pentil kakao berlangsung dalam dua fase (McKelvie, 1955). Fase pertama mencapai puncaknya tujuh minggu setelah pembuahan. Fase kedua mencapai puncaknya 10 minggu setelah pembuahan, kemudian menurun seiring dengan meningkatnya metabolisme di dalam buah. Telah dibuktikan oleh Nichols (1966) bahwa setelah panjang buah mencapai 10 cm (umur 70 – 100 hari), buah telah lepas dari penyakit fisiologis ini. Diduga bahwa pada umur tersebut berkas pengangkut di dalam pentil kakao telah terbentuk lengkap dan berfungsi dengan baik.

(Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006)

Artikulli paraprakKadar Air Tanah
Artikulli tjetërRumus Kandungan Basis Kadar Air

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini